BAMBANG DWIHASTHA
(KARYA : RANGGAWARSITA)
Serat
cariyos wayang purwa Bambang Dwihastha adalah salah satu karya Raden Ngabehi
Ronggawarsita, seorang pujangga Jawa yang sangat legendaris dan termasyhur.
Banyak karya yang telah dihasilkannya. Dan hampir kesemuanya terkenal. Sebagai
seorang pujangga muda, beliau mampu menghasilkan karya yang luar biasa pada
masanya. Karyanya ada yang berbentuk tembang macapat, puisi baru dan juga
tembang tengahan atau tembang ageng. Beliau terkenal sebagai salah seorang tokoh
mistik Jawa karena dalam karangannya banyak mengajarkan ilmu-ilmu tasawuf dan
ajaran ketuhanan.
Seorang
Ronggawarsita adalah pujangga yang pandai, dan mempunyai ciri khas dalam karya
ciptanya, yaitu sandiasma. Memang tak semua hasil ciptaannya memuat sandiasma,
namun karena sebagian besar karyanya terdapat sandiasma-nya, maka dapat
mewakili identitas atau ciri khasnya.
Selain
karya-karyanya yang fenomenal, beliau juga menyimpan berbagai misteri dalam
kehidupannya. Bahkan kebenaran mengenai kematiannya pun masih menjadi misteri
yang belum terkuak sampai sekarang. Ada kabar bahwa Ronggawarsita mati
terbunuh, namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau menghilang begitu saja.
Bagaimanapun
misteri yang melingkupinya, karya-karya Ronggwarsita patut untuk ditelaah
kandungan isinya. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan tak dapat dipungkiri
lagi bahwa hasil karyanya sangatlah berbobot dan banyak mengandung
ajaran-ajaran yang patut kita pelajari serta mengandung filosofi-filosofi Jawa
yang mumpuni.
A.
SINOPSIS
CERITA NASKAH BAMBANG DWIHASTHA
v ASMARANDANA
Sang
Raja Gajah Marapah merasakan sedih dan bingung karena merasakan kerinduan
kepada sang putri cantik jelita dan syarat yang harus dipenuhi olehnya untuk
meminang puteri. Dalam kesedihannya itu ia menghibur diri dengan berkumpul
dengan pria-pria lain sebagai perintang waktu. Di balai hadapan Si Gajah
Marapah lengkap dengan para ponggawa lengkap dengan bala tentara yang bagaikan
gelombang samodra.
Barisan
terdepan adalah kedua mangkubumi yaitu Patih Naga Banda, ia seekor naga yang
sangat besar, mulutnya lebar seperti mulut goa. Sedang yang satu adalah Kidang
Matandang, ia seekor kijang yang berbulu halus berwarna ungu menyilaukan mata,
lompatannya gesit seperti angin. Maka bersabdalah Sang Gajah Marapah kepada mereka tentang kesedihannya
memikirkan permohonan kedua puteri yang membuatnya bimbang. Mereka memiliki
permintaan yang sama yaitu mereka menghendaki kawin madu, dua wanita satu pria.
Sedangkan
raja Marapah sudah berjanji bahwa putri patih Bisakesa yang bernama puteri
Bisakesi untuk Naga Banda. Namun karena ulah dari kedua putri yang mengajukan
permohonan yang sama menyebabkan Sang Raja dan Patih itu kesulitan untuk
meminang mereka. Mereka tetap kukuh pada keinginannya untuk dimadu dan hanya
melayani satu suami saja.
Memang
sudah sepantasnya apa yang menjadi janji seorang puteri utama itu tidak hanya
di bibir saja kemudian lain di hati. Mereka berdua akan selalu mengikat janji
itu bersama selamanya dan apabila keinginan itu tidak terpenuhi maka mereka
memilih untuk mengakhiri hidupnya saja. Keingininan yang mereka inginkan
pantang untuk tidak dituruti.
Pemikiran
Sang Raja Gajah Marapah yang berandai-andai jika kedua putri itu digagahi dan
memaksa mereka untuk memenuhi keinginannya, maka hal itu tidak akan terjadi lagi
karena pasti setelah itu mereka akan bunuh diri yang pada akhirnya kita sendiri
yang akan merana karena kerinduan dan cinta yang patah di tengah jalan. Bukan
hanya tersiksa karena perasaan diri sendiri namun juga akan mendapat cercaan,
hinaan serta caci maki. Akan tetapi bila keinginan puteri itu terlaksana,
bermesraan bersama, seiya sekata, maka akan menjadi kenikmatan hidup.
Kidang
Matandang berpendapat bahwa Sang Raja Gajah Marapah harus bersabar apabila ingin mendapatkan kasih dari sang
Puteri, dikarenakan kenyataannya mereka sudah menyebabkan paduka kecewa dan
harus berhati-hati dalam bertindak agar nantinya akan berbuah hasil yang manis.
Dia mengibaratkan seperti pepatah ikan telah terletak pada hidangan, artinya
bahwa dia sudah tersedia sewaktu-waktu bisa dipakai. Andai kata tetap
memaksakan diri hanya kepahitan yang diterima dan lebih baik bersabar. Kidang
Matandang mengalihkan pembicaraan tentang Puteri untuk memikirkan hal lain yang
lebih penting yaitu bagaimana keadaan mertua yang entah berada dimana.
Sang
Raja Gajah Marapah seketika itu teringat dan terbayang akan wajah mertuanya
yang tidak diketahui keberadaannya. Hatinya tersentuh terkenang bagaimana hidup
di hutan yang penuh dengan mara bahaya yang sewaktu-waktu bisa mengampiri.
Setelah meremima sembah Kidang Matandang, Gajah Marapah menunjuk empat orang
punggawa raksasa perkasa yang berani dan sudah terbiasa berlaga d medan perang.
Mereka adalah Pancakmuka, Mukapancaka, Rodaloka, dan Kalikaroda.
Para
punggawa berujuk kekuatan, kesaktian dengan sombongnya di depan Raja Gajah
Marapah, dan dengan pertunjukan itu Raja yakin bahwa pra punggawanya sanggup
untuk diberikan tugas untuk menemukan mertuanya yang sedang berkelana. Dengan
senang hati para punggawa itu bergegas pergi dan melaksanakan perintah Raja
Gajah Marapah. Perintah Raja adalah membawa Prabu Bisaka dan adiknya Harya
Bisakesa untuk mengadakan perayaan pesta perkawinannya dengan meriah.
Apabila
sudah bertemu dengan Prabu dan adiknya ajaklah dengan baik-baik agar mereka mau
ikut, dan apabila mereka tidak mau maka jangan kau disakiti namun pakailah cara
dengan hanya ancaman dan gertakan supaya
mereka takut. Punggawa Raja Marapah diperintahkan untuk menjaga mrtua dan
adiknya supaya dalam perjalannya lancar. Punggawa pamit melaksanakan perintah
dengan membawa pasukan yang terpilih lengkap dengan perlengkapan perang untuk
berjaga dari bahaya.
Setelah
memberikan perintah kepada punggawanya, seekor gajah yang bertahtakan intan
permata dengan cincin yang melingkar pada belalainya ratna bermutu manikin
tidak lain Raja Gajah Marapah segera menuju taman yang disitu ada putri cantik
jelita. Sang puteri Bisawati dengan keadaan yang menyedihkan. Matanya bengkak
karena kurang tidur dan tak henti-hentinya menangis memikirkan nasibnya.
Tak
bisa menghindar sang Gajah Marapah tiba di taman dan dia merayu puteri dengan
manisnya memberikan hiburan kepada sang puteri yang walaupun menyedihkan tetapi
tidak mengurangi kejelitaannya agar bisa membuatnya senang. Sang Raja akan
menyanggupi semua keinginan karena dia adalah Raja yang besar, gagah, dan
berkuasa maka dapat mewujudkan apa yang diinginkan puteri. Gajah Marapah akan
menuruti semua permintaan sang puteri apabila sang puteri mau berkasih-kasihan
dengannya.
Namun
apalah daya seorang Raja yang bertahta itu lebih memilih mundur dengan perasaan
yang kecewa setelah mendengar sang puteri yang tetap kukuh pada pendiriannya
dan meragukan kekuata, kemampuannya sebagai seorang raja yang hanya untuk
memadukan dia dengan Bisakesi dia tak segera bisa memenuhinya. Padahal dia
selalu mengatakan bahwa segala permintaan puteri akan dapat ia kabulkan. Raja
Gajah Marapah kembali ke peraduannya dan menyabarkan diri.
Di
kepatihan puteri Bisakesi jauh lebih tenteram menikmati kehidupannya. Hal
tersebut dikarenakan sang puteri telah menerawang jauh dan sampai pada
berpasarah kepada Hyang Agung yang memberinya perlindungan. Sebagai makhluk
dari sang Khalik maka segala tindak tanduk telah terikat an tidak ada yang
menghalangi apa yang harusnya terjadi. Kehendak dari Hyang Agung itu Maha benar
Dan Maha Sempurna, sehingga apabila jodohnya adalah seekor ular maka itulah
yang terbaik karena jodoh sejati adalah jodoh yang sebenarnya yang sudah
digariskan oleh Hyang Agung. Wajah dan tubuh sang puteri bersinar menambah
pesona kejelitaannya.
Patih
Naga Banda mengunjungi puteri Bisakesi yang sedang duduk di taman.
Geleser-geleser jalannya si patih Nagabanda menuju puteri sambil mengucap
rayuan-rayuan kepada puteri sudilah kiranya mau berbalas dendam rindu yang lama
terpendam dibenak untuk beradu kasih. Patih Naga Banda akan memberikan
segalanya untuk puteri Bisakesi apabila ia sudi untuk dipinang olehnya, bahkan
jiwa raga hidup dan matinya dengan mantap ia katakan untuk sang puteri jelita.
Namun apalah arti dari rayuan itu, puteri tetap tidak akan mau jikalau tak
bersama puteri Bisawati untuk berbalas rindu. Sudah berapa kali dia mengatakan
permintaannya itu sangat kecil dan tak sebanding dengan kekuasaan yang dimiliki
Naga Banda akan tetapi mengapa itu terasa sulit baginya.
Mendengar
jawaban puteri, Patih Naga Banda terasa terludahi. Ia menganggap bahwa Bisakesi
merindukan kasih dari Raja Marapah dan sekaligus menghinanya dengan
menutup-nutupi maksud hatinya untuk dipersunting raja Marapah. Naga Banda
kemudian menjelek-jelekan Raja Marapah di hadapan puteri Bisakesi, ia
membanding-bandingkan dengan dirinya yang lebih gagah, lebih berani, disbanding
dengan Raja Gajah Marapah yang hanya mengandalkan tubuh besarnya namun tak
berisi, congkak namun kurang perhitungan.
Mendengar
hal itu puteri Bisakesi kecewa dan heran kepada Naga Banda, dimana dia adalah
seorang yang berpangkat akan tetapi bertidak seperti itu. Bisakesi hanya
memberikan nasihat kepada Naga Banda, bukankah sebagai kawula raja seharusnya
bisa bersikap bijaksana, setia dan taat melaksanakan perinta raja. Jangan hanya
karena perkara wanita kemudian kesetiaan dan pengabdian menjadi tidak
berimbang. Bukan kah sifat yang taat dan patuh itu merupakan hal wajib yang
harus ada dalam diri punggawa kerajaan dan mengetahui mana yang baik dan buruk.
Mendengar pernyataan itu si Patih Naga Banda tidak menjawab satu patah katapun
dan mundur kembali keperaduannya.
Lain
pula Patih yang lain lagi yaitu Kidang Matandang, yang berwujud seekor kijang.
Di tempat peristirahatannya dengan tenag ia menjalin pikirannya untuk
menyingkirkan musuhnya yang tak lain adalah Raja Gajag Marapah dan patih Naga
Banda. Kidang Matandang berharap agar penghalangnya bisa tersingkir dengan cara
yang sehalus-halusnya. Kedua musuhnya bisa dileburkan bersama sekaligus dan
pada akhirnya dialah yang mendapat kemenangan dengan memperistri kedua puerti
tersebut tanpa ada gangguan sedikitpun.
v PANGKUR
Pasukan
raksasa yang di pimpin oleh keempat punggawa atas perintah raja Gajah Marapah
menyusuri jalan yang telah dilalui oleh Prabu Bisaka dan adiknya Patih
Bisakesa.Raja dan Patih ini sudah jauh dari kerajaannya Cakrapurastha dan
sengaja melewati hutan untuk menhindari musuh. Namun malah raksasa-raksasa itu
tidak kesulitan menemui prabu dan patih ini karena mereka terbiasa berkeliaran
di hutan.
Dengan
menyembah punggawa raksasa mengaturkan salam dan mengatakan apa yang menjadi
maksud menemui Prabu dan Patihnya. Kedatangannya untuk menjemput Prabu dan
patih untuk kembali ke Cakrapurastha untuk mengadakan pesta perkawinan Raja
dengan Putri paduka. Mendengar raksasa itu Prabu Bisaka sangat marah sekali dan
menolak ajakannya untuk kembali ke kerajaan. Prabu dan adiknya akan pergi ke
Dwarawati untuk meminta bala bantuan agar bisa memusnahkan Raja Marapah dan
keangkaramurkaannya di muka bumi ini.
Mendengar
jawaban itu para punggawa memahami kondisi, namun Sri Bisaka dan adiknya tidak
mau dengan jalan yang ditawarkan punggawa Raja Marapah dan tetepa akan mencari
bala yang lebih kuat dari Marapah, yakni pergi ke Dwarawati. Keempat punggawa
itu sangat kesal dan marah karena sifat raksasa tidak bisa mengendalikan diri
sendiri. Dengan sigap para raksasa itu menyerang Prabu dan Adiknya.
Prabu
dan adiknya sudah mempersiapkan diri sehingga keduanya dengan mudah menghindar
dan membalas serangan raksa-raksasa. Lama kelamaan dalam pertarungan itu mereka
merasa lelah sedangkan lawan yang mereka hadapi tidak sebandaing dengan mereka
yang hanya berdua saja. Namun apa dikata mereka berdua adalah seorang satriya
yang sakti dalam waktu sejenak dan sekecap mereka mengheningkan cipta memohon
bantuan kepada Hyang Agung.
Doa
yanag mereka panjatkan membuahkan hasil yang sangat mengagumkan. Mereka dapat
keluar dari pertempuran itu. Sekejap langit menjadi hitam dan suara gemuruh,
angin putting beliung, hujan lebat, membuat sekejap raksasa-raksasa itu buta
dan ketakutan akan keadaan itu. Mereka bingung dan ketakutan sehingga merreka
saling bertubrukan, jatuh kejurang, dan nanyak yang tertimpa batang pohon. Tak
mengherankan bila banyak yang mati karenanya.
Dalam
kesempatan itu Prabu Bisaka dan Patih Bisakesa keluar dari medan dan sejauh
mungkin lari dari medan itu. Menyelinap ke hutan selanjutnya, setelahkejadian
mengerikan itu kedua satriya ini mendapati kebahagiaan karena mentari kembali
bersinar dengan cerah, pohon-pohon menghijau dan bunga-bunga bermekaran.
Sekejap mereka membersihkan pakaian yang kotor lalu berdoa kepada Dewata Agung
yang telah memberinya jalan sehingga mereka bisa selamat dari raksasa-raksasa,
mereka mengheningkan cipta menhaturkan terimakasih atas karunia-Nya.
Sementara
ditempat para raksasa, para punggawa Raja Gajah Marapah mengumpulkan bala
tentara raksasa yang tersisa. Dalam keadaan marah capai dan lunglai mereka
tetap harus melanjutkan tugas yang menjadi perinta raja mereka yaitu membawa
Prabu Bisaka dan Patih Bisakesa ke kerajaan Cakrapurastha.
Dengan
tenang Prabu Bisaka dan Patih Bisakesa melanjutkan perjalanan yang tidak ada
lagi rasa was-was oleh gangguan ppara raksasa. Keduanya telah memasuki
pedesaan, orang-orang tidak mengeathui bahwa kedua orang itu adalah raja yang
mereka. Dalam perjalanan mereka dikejutkan dengan suara tangis yang
berkepanjangan, mereka kira itu perempuan, tetapi itu suara tangis laki-laki
yang meratapi sesuatu yang harus ia tinggalakan kelak.
Perjalanan
baginda terpaksa berhenti untuk menyapa dan mencari tahu ada apa gerangan
seseorang itu sampai menangis seperti itu. Setelah sampai baginda menemukan
seorang kakek tua kaya yang menangis, baginda menyuruh akek agar berhenti
menangis dan menceritakan padanya sebab apa yang membuatnya seperti itu.
Sang
Baginda menanyakan sebabnya dengan halus, menanyakan mengapa kakek itu menagis
sedangkan dia sungguh berkecukupan. Baginda bertanya siapa nama kakek, dan
kakek menjawab dia Gusti dan di kampong ini dia terkenal dengan nama Sonyasana.
Kakek ini perintis desa, dan kemudian memberi
tahu kepada baginda, bahwa yang membuat sedih itu adalah yang ada
sekarang ini, hartanya.
Kakek
ini sungguh senang dengan semua harta hasil jeri payah yang selama ini
diperjuangkannya siang malam, dengan sangat susah payah, maka dia sangat merasa
sayang sekali. Dulu dia rela untuk hidup sederhana demi memenuhi keinginannya
menjadi seorang yang kaya raya. Dan sekarang ia selalu membatasi
pengeluarannya, seperti itulah hidup kakek ini.
Cita-cita
untuk kaya seperti sekarang ini adalah karena berkah baginda, namun mengapa
barulah sekarang ia tergugah hatinya dan menyadari bahawa manusia itu tidak
bisa hidup selamanya dan akan menemui mati. Itulah alasan mengapa kakek selalu
dalam ketakutan dan kecemasan. Setiap kakek melihat semua harta, pakaian yang
dipakai, hewan ternaknya, saat itulah dia selalu merasa bingung dan merasa
sayang kepada hartanya, dan menagis bila ingatan mati itu terlintas.
Sri
Prabu memberikan nasihat kepada kakek itu untuk berhenti dari kesedihanya, dan
yang hanya bisa membantu member jalan dia adalah Rajanya yang berada di
Cakrapurastha, maka diperintahkanlah kakek itu pergi menemui raja
sepeninggalnya dia pergi untuk melanjutkan perjalanannya. Mendengar nasihat itu
kakek menjadi lebih tenang.
Dalam
perjalanan Prabu dan Patih ini tidak pernah lupa untuk bersyukur kepada Dewata
Agung. Tak jauh dari jalan yang mereka telusuri ada sebuah perkampungan, namun
tandus, hampir tak ada tanaman apapun yang ada hanya rumah jauh yang terpencil
yang layak disebut gubuk. Semakin dekat semakin keras kedengaran orang yang
tertawa bahagia. Sri Paduka heran melihat tinkah anak muda tgap, gagah dengan
alis tebal itu berikat pinggang daunt tal.
Sri
Raja menanyakan apakah gerangan yang membuat dia begtu bisa tertawa terbahak-bahak
sedangkan keadannya menderita dan sengsara tidak memiliki harta apapun. Jawaban
pemuda itu sunnguh mencengangkan Sri Prabu dan adiknya, pemuda ini bahagia
karena ia telah sampai pada puncak penderitaan, dimana semua hal yang
dilakukannya tidak berujung kebaikan namun keburukan. Segala usaha dan jeri
payahnya tak satupun yang berbuah hasil untuknya memiliki harta yang dia
inginkan, sungguh malang nasib pemuda ini.
Pemuda
ini sengaja mengurung diri dalam rumah dan menunggu kematian. Kematianlah yang
ia tunggu, ia sangat bahagia dengan ketentuan yang dibuat Dewata Agung bahwa
manusia akan mati. Disitulah manusia sesungguhnya hidup sehingga beban hidup di
dunia ini dapat berakhir, dan kehidupan yang nyata akan dimulai setelah itu.
Pemuda itu berdoa akgar dipendekan umurnya supaya dia tidak berlama-lama lagi
menanggung kesengsaraan di dunia ini. Adapun bila kita hidup berlama-lama di
dunia ini pasti akan membiarkan ketamakan dan keangkaramurkaan merajalela di
bumi dan mengotori budi suci kita.
Pemuda
itu menegaskan kepada Baginda apabila beliau hanya bertanya-tanya saja dan
hanya berpura-pura hanya membuat malu saja. Raja terdiam beberapa lama, dan
selalu mengucap syukur kepada Dewata Agung yang tak terhingga. Seperti inilah
pertanda kerinduan makhluk kepada sang khalik.Dengan waktu terbatas, baginda
mengurai masalah rumit yang indah itu. Ketika kesadarannya kembali, baginda
menoleh kepada adiknya yaitu patih Bisakesa. Mereka beradu pandang. Ki Patih
bisa memahami persoalan yang dimaksud baginda. Lalu ia mengangguk dan
menundukkan kepala tanda bahwa sudah mengerti.
Sang
raja gembira karena sang patih cepat tanggap dan dapat memahami persoalan yang
dimaksudnya. Lalu sang raja memberikan nasihat kepada anak muda yang ia temui
di tengah jalan itu supaya anak muda itu menemui rajanya sendiri yakni Prabu
Bisaka di Cakrapurastha untuk meminta tolong supaya membantu anak muda itu
untuk meraih cita-citanya. Anak muda itu bernama Senanirmala dan perkampungan
yang dilalui sang raja bernama Rejamulya. Lalu mereka berdua saling bertukar
sabuk masing-masing. Sang raja menerima sabuk rotan dan Senanirmala menerima
sabuk cindai. Sabuk cindai itu nantinya akan dipesembahkan kepada Prabu Bisaka.
Sesudah itu mereka berdua berpisah untuk melanjutkan perjalanan masing-masing.
v KINANTHI
Sambil
berjalan kedua pimpinan negeri Cakrapurastha itu membicarakan tentang
ketatanegaraan, masalah masyarakat, cara menanam benih dan masalah perjodohan
hingga kemudian baginda melihat ada dua orang yang beradu mulut. Hanya karena
permasalahan cara menanam biji kelapa yang sepele itu mereka berdua hampir
bertarung sampai mati salah satunya. Lalu baginda menghampiri mereka berdua dan
menanyakan sebab-musabab mereka bertengkar.
Setelah
mengetahui duduk perkaranya, baginda memberikan nasihatnya kepada kedua
bersaudara itu yakni Palyakrama dan Silyakrama yang berasal dari desa Kejodhan
supaya mereka pergi menghadap raja Cakrapurastha untuk meminta nasihatnya dan
memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah. Baginda merasa kagum dengan
kedua orang itu, walaupun mereka berdua bodoh dan tidak berpendidikan tetapi
mereka berbudi baik, berhati mulia, dan bersifat perwira. Setelah berpisah
dengan kedua orang itu, baginda dan Patihnya melanjutkan perjalanan mereka ke
Negara Dwarawati.
Di
suatu pertapaan di sebuah gunung, pada suatu hari Sang Bagawan Yogiyasa
bersantai bersama puterinya yakni Dyah Yogawati serta cucunya yakni Bambang
Dwihastha. Sang Bagawan sangat menyayangi cucunya yang tampan, pandai, dan baik
budi pekertinya itu. Dengan cepat Dwihastha mempelajari semua ilmu yang
diajarkan oleh Sang Bagawan melebihi kaepandaian anak-anak seumurannya. Melihat
segala keahlian cucunya Bagawan merasa bahagia. Walaupun Dwihastha itu sangat
pandai tapi ia tetap rendah hati dan lemah lembut layaknya semua keturunan Sang
Bagawan.
Dibalik
itu semua Sang Bagawan merasa sedih karena ia harus menyembunyikan jati diri
dan keberadaan ayah kandung Dwihastha. Tetapi Sang Bagawan menyadari bahwa
suatu saat Dwihastha akan mengetahui ayah kandungnya dengan sendirinya.
Dengan
kesadaran itulah ia menyingkirkan pamrih
pribadi, membuka rahasia cucunya bahwa Bambang Dwihastha itu adalah putra Raden
Harjuna dan ksatrian Madukara dalam lingkungan kerajaan Amarta. Raden Arjuna
termasuk dalam Pandawa, yaitu Pandawa yang lima. Prabu Yudistira (raja Amarta)
adalah yang tertua. Kemudian Bima atau Wrekodara, ayah Gatotkaca. Yang ketiga,
Arjuna, ayahnya. Kedua yang lain ialah si kembar, Nakula dan Sadewa.
Dwihastha
sangat senang mendengar itu semua. Ternyata ia masih memiliki darah ksatria lima.
Oleh karena itu, ia sangat ingin bertemu ayahnya. Ia sadar ia harus dapat
memenuhi dan menyelesaikan kewajiban yang diserahkan kepadanya, nanti.
v SINOM
Perjalanan
Bambang Dwihastha dengan ketiga pembantunya, yaitu Semar, Gareng dan Petruk
semakin jauh. Sepanjang jalan ketiganya selalu bersenandung merdu, menyanyikan
tembang macapat maupun tembang gedhe yang menceritakan tentang almarhum Resi
Dwihastha. Ikatan syairnya menarik dan banyak mengandung nasehat. Karena
senang, Bambang Dwihastha memberikan hadiah cincin permata dan benda-benda
berharga lainnya kepada Petruk. Namun, Petruk menolaknya dengan sopan dan
sedikit gurauan bahwa yang saat ini dibutuhkannya adalah makanan.
Bambang
Dwihastha mengatakan bahwa apa yang diinginkannya sebentar lagi akan terwujud.
Tak lama kemudian tampaklah iring-iringan mewah dating menghampiri mereka.
Ialah Ki Bratakasmala dengan pakaian serba gemerlap, sedangkan para
pengiringnya membawa banyak emas berlian dan makanan enak. Dengan hormat ia
menghaturkan sembah pada Bambang yang amat tampan. Lalu, ia ceritakan tujuan
perjalanannya ini untuk menghadap Prabu Bisaka meminta agar dia terhindar dari
kematian.
Dengan
rasa kasihan yang berlebihan, Bambang Dwihastha berdoa kepada Tuhan agar
keinginan kakek itu terkabul. Lalu sang ksatria membenarkan ucapan Ki
Bratakasmala dan menasehati agar selayaknya ia menuruti segala perintah raja
Cakrapurastha. Ki Bratakasmala sangat senang hatinya mendengar ucapan Bambang,
kemudian menyuruh para pengawalnya untuk memberikan banyak makanan kepada
Bambang Dwihastha dan ketiga abdinya.
Setelah
pemberian diterima, Ki Bratakasmala melanjutkan perjalanan kembali. Betapa
senang para punakawan mendapat makanan yang enak-enak itu.
Perjalanan
belum seberapa jauh saat mereka bertemu dengan sosok tinggi gagah yang
kelihatan seperti preman. Ialah Senanirmala, yang lalu menghampiri Bambang
Dwihastha dan menghaturkan hormat yang sebesar-besarnya. Ia pun juga
menceritakan secara jujur tentang dirinya seperti yang telah diceritakan
sebelumnya. Bambang membenarkan ucapannya, kemudian menyuruh Senanirmala untuk
menjaga Ki Bratakasmala yang hendak dibunuh oleh para pengiringnya sendiri
karena menginginkan harta bendanya. Jika kakek pikun itu selamat sampai tujuan,
maka Senanirmala akan mendapat anugerah Tuhan agar umurnya dipendekkan.
Senanirmala menuruti ucapan Bambang dan bergegas mengejar rombongan Ki
Bratakasmala.
Dalam
perjalanan berikutnya, Bambang Dwihastha bertemu dengan dua orang yang memikul
kelapa bertunas. Merekalah Ki Palyakrama dan Silyakrama. Mereka pun terpesona
dengan ketampanan ksatria utama, lalu menceritakan keadaan dirinya dari awal
sampai akhir. Bambang Dwihastha menasehati agar mereka mempersembahkan emas
permata kepada sang raja. Namun, mereka tak punya apa-apa. Lalu Bambang
mengatakan bahwa nanti di jalan, mereka akan menemukan emas permata berserakan,
supaya diambil dan dipersembahkan pada raja. Kemudian bekas harta tersebut agar
ditanami kelapa yang dibawanya itu. Kedua orang itu tidak membantah,
melaksankannya dengan baik.
Beberapa
lama berjalan, Bambang Dwihastha bertemu dengan Prabu Bisaka dan Patih
Bisakesa, adiknya. Maka, terjadilah perbincangan antara mereka. Ternyata guru
Prabu Bisaka, almarhum Resi Dwihastha adalah sahabat baik Resi Yogiyasa, kakek
Bambang. Kemudian sang Prabu menceritakan semua kejadian yang menimpanya.
Berawal dari pinangan Prabu Gajah Marapah dan Patih Naga Banda kepada Bisawati
dan Bisakesi, kemudian terjadi penyerangan tak terduga dari kerajaan Prabu
Gajah Marapah yang bala tentaranya berwujud raksasa dan hewan-hewan buas,
sampai pada larinya Prabu Bisaka beserta Patih Bisakesa ke hutan belantara dan
akhirnya bertemu dengan Bambang Dwihastha saat ini.
Prabu
Bisaka meminta Bambang Dwihastha bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju
Dwarawati, menemui Prabu Kresna untuk meminta bantuan. Barangkali, ayahanda
Bambang, yaitu Raden Arjuna juga sedang berada di sana. Dengan haru, Bambang
pun menyanggupi permintaan raja Cakrapurastha tersebut.
Sedang
asyik-asyiknya berbincang, tiba-tiba suara gemuruh pun beradu dengan suara
hewan-hewan buas. Tak lain, mereka adalah bala tentara suruhan Prabu Gajah
Marapah. Bambang pun segera menyuruh Prabu Bisaka dan Patih Bisakesa
bersembunyi bersama Semar di tempat yang aman.
Pertarungan
antara Bambang Dwihastha dengan para raksasa pun terjadi. Namun, ketangkasan
sang ksatria sangatlah unggul. Dalam waktu yang sekejap saja, ketiga raksasa
telah tewas. Tinggal Pancakmuka seorang beserta prajurit-prajuritnya. Dengan
sekali panah, raksasa itupun mati. Dan larilah prajurit-prajurit itu dengan
ketakutan.
Menanglah
sang Bambang dan dielu-elukan oleh Prabu Bisaka. Tak lupa mereka memanjatkan
syukur pada Dewata.
v DHANDHANGGULA
Mereka
lalu melanjutkan perjalanan bersama-sama menuju Dwarawati. Pada suatu hari di
Dwarawati, Prabu Kresna sedang mengadakan pesta besar sebagai ucapan syukur
karena beliau telah menyelesaikan tugas besar yaitu bertapa brata di Gunung
Giri Waluya demi keunggulan Pandawa dalam perang Baratayuda nanti.
Pada
waktu itulah, siding dikejutkan dengan kedatangan enam orang, yaitu Prabu
Bisaka, Patih Bisakesa, Bambang Dwihastha dan ketiga punakawan yang sudah tidak
asing lagi bagi mereka. Prabu Kresna dengan ramah menerima mereka. Dengan
begitu hormat, Prabu Bisaka menyampaikan maksud tujuannya datang ke Dwarawati
dan menceritakan semua kejadian yang dialaminya.
Mendengar
cerita sang raja Cakrapurastha, Prabu Kresna dan semua yang ada pun tersentuh
hatinya dan merasa sangat kasihan. Lalu mereka bertekad untuk membantu Prabu
Bisaka melawan angkara murka Gajah Marapah dan menyelamatkan kedua putri yang
tertinggal di keraton.
Sementara
itu Prabu Kresna masih menanyakan beberapa hal tentang Bambang Dwihastha.
Demikian juga dengan Arjuna, setelah mengetahui bahwa Bambang adalah putranya,
dipeluklah ia dengan rasa haru sambil memberikan petuah-petuah tentang jiwa
ksatria. Setelah persiapan dilakukan, berangkatlah bala tentara Dwarawati ke
Cakrapurastha.
Di
negeri Cakrapurastha, Kidang Matandang dengan licik mempengaruhi Naga Banda
agar membunuh Gajah Marapah dengan cara sehalus-halusnya. Dengan segala tipu
muslihatnya, Naga Banda pun terperdaya juga. Mereka pun berangkat ke istana
melancarkan aksinya.
Dengan
hormat yang tak menampakkan kecurigaan, Kidang Matandang menghadap Gajah
Marapah dengan dalih menemukan akal agar sang gajah bisa bermesraan dengan
putri Bisawati, dengan syarat sang gajah harus memakai pakaian indah dan
berhias agar tampan. Gajah Marapah pun memanggil seorang ahli lukis. Selesai
berhias, Kidang Matandang meminta agar sang gajah bercermin di sumur Bandung di
tengah taman, yang airnya sangat jernih. Gajah Marapah pun menurut, diikuti
oleh kedua patihnya. Saat bercermin dan membalikkan badannya, sang gajah
kehilangan keseimbangan.
v DURMA
Gajah
Marapah pun tercebur ke dalam sumur. Tanpa berpikir lama, Naga Banda pun ikut terjun
ke dalam sumur mengeluarkan bisanya. Sang gajah baru menyadari kalau dirinya
telah ditipu. Lalu terjadilah perkelahian antara keduanya. Sampai akhirnya
mereka berdua mati di dalam sumur. Mengetahui hal ini, Kidang Matandang sangat
senang hatinya karena rencananya berhasil, dan dia akan mendapatkan kedua putri
Cakrapurastha tersebut. Ketika melangkah melewati sumur, sang kijang tidak
sengaja menghirup bisa Naga Banda yang mematikan. Ia pun terkulai lemas dan
jatuh ke dalam sumur. Ketiganya mati membusuk di dalam sumur Bandung. Para dewa
lalu menurunkan hujan agar bisa naga itu segera hilang.
Saat
itu, bala tentara Dwarawati datang menyerbu. Mereka berperang dengan hebat
untuk memusnahkan angkara murka di bumi. Sampai akhirnya semua bala tentara
Sang Gajah telah musnah semua. Selesai sudah pertempuran itu. Dipukullah
genderang tanda usainya pertempuran itu.
Prabu
Bisaka mempersilakan Prabu Kresna dan segenap pimpinan pasukan duduk di
anjungan kehormatan. Mereka sangat bahagia dan bersyukur telah berhasil memenangkan
pertandingan. Namun, mereka heran karena Gajah Marapah beserta kedua patihnya
tidak kelihatan sama sekali. Lalu terdengar kabar dari dayang-dayang bahwa
ketiganya mati di dalam sumur Bandung. Prabu Kresna sangat kagum dan terkejut
mendengarnya, lalu meminta agar Bisawati dan Bisakesi menceritakan semua
kejadian yang telah mereka alami.
Melihat
kedua putri itu, Raden Abimanyu dan Bambang Irawan berdebar-debar hatinya
berhasrat agar dijodohkan dengan mereka. Namun, kedua putri tidak tahu, justru Bambang
Dwihastha lah yang terlihat tak sengaja oleh kedua putri yang sepertinya telah
jatuh hati padanya.
Pasewakan
dikejutkan dengan datangnya empat orang yang berjalan terseok-seok menghadap
sang raja. Mereka adalah Ki Bratakasmala, Senanirmala, Palyakrama dan
Silyakrama.
v GAMBUH
Prabu
Kresna menanyakan asal-usul keempat orang tersebut lalu diminta menceritakan
bagaimana mereka sampai di sini. Maka, berceritalah secara bergantian, mulai
dari Ki Bratakasmala, yang ingin terhindar dari kematian. Setelah bertemu
dengan pemuda tampan, ia hampir mati dibunuh oleh para pengiringnya, namun
kemudian dia ditolong oleh Senanirmala dan melanjutkan perjalanan sampai sini.
Senanirmala,
yang ingin umurnya dipendekkan juga bercerita bahwa dia bertemu dengan pemuda
tampan yang menyuruhnya agar menjaga Ki Brataksmala selamat sampai tujuan tak
kurang satu apapun.
Giliran
Palyakrama dan Silyakrama yang bercerita. Mereka juga bertemu dengan pemuda
tampan yang mengatakan bahwa nanti mereka akan menemukan emas permata di jalan,
dan supaya emas itu dipersembahkan pada raja. Bekas emas tersebut lalu ditanami
kelapa yang telah bertunas. Ternyata emas permata itu adalah milik Ki
Bratakasmala tadi.
Mendengar
cerita keempat orang tersebut, Prabu Kresna memberikan nasehat kepada mereka
mengenai hidup dan mati. Lalu, diperintahkanlah Prabu Bisaka agar mengangkat
mereka menjadi punggawa keraton. Ki Bratakasmala diserahi pekerjaan merawat
harta benda. Senanirmala diserahi pekerjaan menjadi panglima perang. Sedangkan
Palyakrama dan Silyakrama diserahi tugas untuk mengurus segala keperluan istana
termasuk makanan.
Dengan
senang hati, Prabu Bisaka menyanggupinya. Masih ada satu lagi perkara yang erat
kaitannya dengan kejadian ini. Sepertinya ini semua adalah perjodohan sejati.
Prabu Kresna menyarankan agar Bisawati dan Bisakesi dijodohkan dengan Bambang
Dwihastha. Prabu Bisaka pun dengan senang hati menerimanya. Semua turut
berbahagia. Sebagai ucapan syukur maka diadakanlah pesta besar tanda
kemenangan, juga pesta perkawinan agung. Janji kedua putri pun terlaksana. Dua
orang putri menikah dengan seorang pria.
Selesai
acara, pasukan Dwarawati pun kembali ke asalnya dengan penuh suka cita.
B.
PENELAAHAN
CERITA BAMBANG DWIHASTHA
1.
Jangan memaksakan kehendak dan nafsu
kita, semua harus dipikir secara matang agar tidak terjadi hal-hal yang
merugikan
2.
Sifat seorang putri utama, sesuatu yang
diucapkan dan diinginkannya, haruslah terwujud. Kalau tidak, ia akan memilih
untuk bunuh diri saja
3.
Pasrah kepada Tuhan, karena sebagai
makhluk ciptaanNya, kita harus berlaku sesuai kehendak pencipta yang tidak
dapat dihindari seperti jodoh dan kematian. Dengan berserah diri pada Tuhan,
kita akan merasa tenang
4.
Seorang patih, perdana menteri, punggawa
tertinggi, kawula raja haruslah bersifat bijaksana dan memahami masalah yang
benar dan yang salah, juga memahami hal yang baik dan yang buruk
5.
Seseorang yang mengabdikan diri pada
raja harus setia, berserah diri dan siap sedia melaksanakan segala perintahnya.
6.
Pengabdian yang sebaik-baiknya adalah
dengan ketetapan hati, tak membantah perintah, tidak menoleh kanan maupun kiri
menyeleweng dari arah tujuan, berkemauan besar menyejahterakan rakyatnya,
mengetahui situasi dan memahami keadaan
7.
Janganlah menggunting dalam lipatan dan
menjadi musuh di dalam selimut
8.
Angkara murka harus dienyahkan dari muka
bumi
9.
Jalan terbaik yang dianjurkan dalam
menyelesaikan masalah adalah kompromi
10.
Selalu berdoa dan mengucap syukur kepada
Tuhan atas segala yang didapatkannya
11.
Semua yang hidup pasti akan mati.
Kematian itu mutlak. Harta benda pun tak dibawa mati, namun hanya amallah yang
menemani. Tak ada gunanya terlalu mencintai harta sampai-sampai kesehatan
jasmani dan rohani tidak terjaga.
12.
Hidup tak selamanya bahagia dan
beruntung. Bahkan ada orang yang semasa hidupnya sengsara, namun ia mencoba
untuk tetap tersenyum, karena ada keyakinan bahwa tak selamanya ia hidup di
dunia yang penuh derita. Sehingga ia begitu berhasrat menemui kematian
13.
Ada kalanya mendengarkan dan menghargai
pendapat orang lain. Jangan mau menang sendiri dan tetap berpegang teguh pada
pendirian yang belum tentu benar.
14.
Sifat perwira, dengan tekad
mempertahankan dan mencapai arah tujuan mereka sampai darah penghabisan
15.
Hiduplah rukun karena ada pepatah :
bersatu kita teguh, bercerai kita jatuh
16.
Sudah menjadi takdir dan kepastian bahwa
buah yang menjadi benih akan tumbuh dengan meninggalkan batang induknya. Ada
saatnya seorang anak pergi meninggalkan ibunya atau orang tuanya demi tugas
mulia
17.
Kewajiban pemuda adalah berbakti kepada
yang tua, lebih-lebih kepada orang tua dan juga pembangunan bangsa dan Negara
18.
Jangan gentar menghadapi tugas-tugas
yang diberikan dan laksanakan dengan sebaik-baiknya
19.
Nasihat yang tergubah dengan perlambang
syair-syair tembang akan lebih mudah dipahami dan dimengerti
20.
Orang yang tamak hanya akan menambah
beban, membuat hina dan kotor diri sendiri, yang akan dicadangkan masuk ke
neraka
21.
Patuhlah kepada atasanmu karena
kesetiaan, jangan hanya karena mengharapkan upah dan makanan enak
22.
Umur yang sudah tua tak selayaknya
disia-siakan, sebaiknya ada usaha kea rah ketinggian budi yang dapat
menyibakkan jalan kepada hakikat tujuan hidup asal mulanya
23.
Kebodohan menjadi racun kehidupan tanpa
akhir yang menyebabkan derita dan sengsara tak hanya pada jasmani tapi juga
pada rohani
24.
Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka
terpenuhilah keinginannya
25.
Orang yang meminta tolong agar mendapat
keputusan yang seadil-adilnya untuk mempertimbangkan suatu perkara dan
menempatkannya pada kedudukan yang sebenar-benarnya, layaklah membawa hadiah
atau persembahan sebagai ucpan terimakasih
26.
Hidup selalu berputar. Tak selamanya
kita menjadi orang kaya ataupun miskin. Ada saatnya kita bisa merasakan keadaan
yang sebaliknya
27.
Cobaan datang sebagai ujian agar kita
terus mendekatkan diri pada Tuhan
28.
Sesulit apapun masalah itu pasti ada
jalan
29.
Pemuda berjiwa ksatria utama, berkepala
dingin menghadapi musuhnya, selalu membesarkan hati musuh, berbuat seakan-akan
kehabisan akal. Namun sebenarnya tak pernah mengabaikan kecakapan dan
kesaktiannya
30.
Dalam pesta sebagai ucapan syukur atas
karunia Tuhan, bersedekahlah pada fakir miskin, agar mereka dapat ikut
merasakan kegembiraan bersyukur itu
31.
Hakekat segala bantuan adalah tulus
ikhlas, tak perlu terucapkan dari mulut
32.
Darma ksatria dengan rela hati menolong
kesulitan orang lain, menegakkan tiang kesejahteraan umat, ikhlas berkorban
demi sesame, berbudi bahasa yang baik, dan bijaksana dalam menanggapi dan
menyelesaikan masalah
33.
Orang yang tak berakal budi, tidak dapat
berpikir lain, kepalanya kosong dan bebal, hanya percaya pada kata-kata
rekannya, sehingga mudah terperdaya
34.
Kejahatan pasti akan musnah
35.
Harta benda yang diperoleh dengan jalan
yang salah tidak akan membawa berkah, malah membawa keburukan
36.
Kehidupan diliputi oleh rasa karena
adanya 4 macam, yaitu enak, kepenak, lara
dan mati
37. Jika mendambakan hidup selama-lamanya,
hayatilah kematian dalam hidupmu (mati jroning urip) dengan cara melenyapkan
ketiga macam keinginan itu yang dapat dilatih dengan cara memutus tali kasih
saying yang dapat membangkitkan rasa
38.
Fenomena kegaiban antara senang, sedih,
sehat dan sakit masih terbuka dan berubah bergantian
39. Pertemuan jodoh yang diikat dalam sebuah
perkawinan bagai asam di gunung dan garam di laut. Bagaimanapun jauhnya, akan
bertemu di belanga. Masalah jodoh telah diatur berpadanan, sesungguhnya sangat
berdekatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar